Selasa, 05 Juni 2012

KEBEBASAN INFORMASI


KEBEBASAN INFORMASI

Tentang Rahasia Negara dan Kebebasan Informasi
Sehubungan dengan kontroversi rahasia negara dan kebebasan informasi, berikut sejumlah pemikiran mengenai kedua topik ini. Pemikiran-pemikiran tersebut dilontarkan oleh Harkristuti Harkrisnowo, Hasnan Habib, (alm) Munir dan H A Saefudding (LIN) dan menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. 

Kebebasan Informasi dan Pembatasan Rahasia Negara 
Harkristuti Harkrisnowo
 
Komisi Hukum Nasional, Desember 2003
 


Kebebasan atas informasi yang kini tengah diupayakan agar diatur dalam perundang-undangan, merupakan suatu kebebasan yang dijamin oleh konstitusi, sehingga merupakan suatu constitutional rights sebagaimana dirumuskan dalam pasal 28F Amandemen kedua UUD 1945 (yang merupakan cerminan pasal 19 ICCPR), yang berbunyi:
 

"…….setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia……."
 

Amandemen tersebut merupakan penguatan dan pengulangan atas ketentuan yang persis sama yang telah dirumuskan sebelumnya pada tahun 1999 melalui pasal 14 UU No.39 Tahun 1999. Tujuan utama adanya ketentuan yang sacara tegas mengatur kebebasan informasi adalah:
 

a) mendorong demokrasi dengan memastikan adanya akses publik pada informasi dan rekaman data dan informasi,
 

b) meningkatkan akses publik pada data dan informasi,
 

c) memastikan agar lembaga mematuhi jangka waktu kadaluarsa,
 

d) memaksimalkan kegunaan data dan informasi lembaga.
 



Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa kebebasan itu tiada yang mutlak seperti yang dikatakan oleh bebarapa filsuf bahwa there is no absolute freedom. Demikian pula dengan kebebasan informasi. Masalahnya adalah, dimanakah batas-batas yang perlu diberikan agar kebebasan informasi ini dapat dilaksanakan dengan tetap menghormati semua orang? Dalam KUHP kini ada beberapa ketentuan yang merupakan pembatasan informasi, yang memberikan sanksi pidana bagi orang yang memberikan informasi mengenai hal tertentu, misalnya:
 

" Pasal 112 mengenai surat, kabar atau keterangan yang harus dirahasiakan karena kepentingan negara (pidana penjara selama-lamanya 20 tahun,
 

" Pasal 124 mengenai rahasia militer (pidana penjara 15 tahun),
 

" Pasal 322 mengenai rahasia jabatan (pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.9.000,00),
 

" Pasal 323 tentang rahasia perusahaan,
 

" Pasal 369 mengenai rahasia pribadi yang dibuka untuk memeras seseorang (sanksi pidana penjara selama-lamanya 4 tahun),
 

" Pasal 430-434 mengenai kerahasian surat menyurat melalui kantor pos atau kerahasiaan hubungan melalui telepon umum (pidana penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan),
 



Dalam ketentuan diatas sangat jelas bahwa yang diatur lebih banyak merupakan upaya memberikan informasi daripada memperoleh informasi. Namun pada dasarnya inti dapat saja bermacam-macam, baik positif maupun negatif. Bahwasanya ketentuan dalam KUHP bermaksud untuk memberikan perlindungan hukum pada informasi, pemilik informasi, dan mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk memiliki informasi sudahlah jelas. Hal yang perlu dikuatkan dengan adanya UU untuk memperoleh kebebasan informasi adalah meletakkan landasan hukum bagi orang yang berkehendak memiliki informasi yang bersifat publik, hal mana berhubungan erat dengan public accountability suatu lembaga yang merupakan bagian dari good governance.
 

Dengan demikian sedikitnya terdapat dua masalah yang harus diperhatikan dalam menyusun UU Kebebasan Informasi, yakni
 

1) hak warga untuk memperoleh informasi dari lembaga publik, dan
 

2) hak warga dan lembaga tertentu untuk melindungi pribadinya apabila hal pertama dapat mengundang sanksi bagi pejabat publik yang menolak memberikan informasi yang ditetapkan sebagai informasi yang dapat diakses publik, maka hal kedua berkenaan dengan sanksi yang dapat dijatuhkan atas mereka yang melanggar right to privacy seseorang ataupun lembaga yang ditetapkan UU sebagai pengecualian atas hak atas kebebasan informasi.
 



Dalam kaitannya dengan kebebasan informasi ini, menilik ketentuan yang ada di beberapa negara, sejumlah informasi yang dikecualikan dari akses publik dan digolongkan kedalam sembilan exemption di Amerika Serikat adalah yang menyangkut:
 

1) keamanan nasional (National Security) dan politik luar negeri a) rencana militer, b) persenjataan, c) data iptek yang menyangkut keamanan nasional, dan data CIA,
 

2) ketentuan internal lembaga,
 

3) informasi yang secara tegas dikecualikan oleh UU untuk dapat diakses publik,
 

4) informasi bisnis yang bersifat rahasia,
 

5) memo internal pemerintah,
 

6) informasi pribadi (Personal Privacy),
 

7) data yang berkenaan dengan penyidikan,
 

8) informasi lembaga keuangan, dan
 

9) informasi dan data geologis dan geofisik mengenai sumbernya. Harus diingat bahwa kekecualian diatas bersifat diskresioner, tidak wajib, dan diserahkan pada lembaga yang bersangkutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar